Wednesday, March 23, 2016

Ber-Tetangga. Part 1?

Kenapa judulnya saya beri tanda tanya? *tanda tanya-ception*
Karena saya mungkin akan menuliskan kelanjutannya setelah esok hari saya menghadap bapak pengurus RT.

Begini ceritanya..

Sebagai seorang yang sudah berkeluarga (dengan atau tanpa anak), pasti akan memasuki fase...tinggal di rumahnya sendiri. Ya. Sendiri disini artinya tidak lagi ikut dengan orang tua(atau mertua).
Kebetulan saya ada rejeki untuk bisa tinggal di rumah kami sendiri.
Mandiri.
Kalau laper...gak minta dimasakin ibuk atau sekedar nebeng beras 5kilo.

Sudah hampir 5 tahun saya menjadi warga di komplek perumahan saya ini. Banyak tamu, saudara, atau kolega yang bilang "enak ya rumahnya..dekat dari mana-mana tapi masih banyak 'ijo-ijonya'" pasti akan buru-buru saya jawab "alhamdulillah..tapi rumah saya ini kecil lho, tidak sebesar rumah kalian."

Tapi dari situ anda perlu tau, masih banyak orang yang bertanya..."ada gak sih rumah disini yang kosong?" Dan pastinya buru-buru saya jawab lagi dengan "maap, udah penuh semua..kalau mau di perumahan dekat jalan raya sana." Dan pasti semua langsung enggan melanjutkan pertanyaan tentang rumah kosong yang dijual. Demikian intermezzonya, mari lanjutkan ke pokok permasalahan kenapa saya buat judul tulisan ini, seperti diatas.

Tetangga.
Yang seharusnya menjadi saudara terdekat karena kalau ada apa-apa, paling cepat tentunya kita akan meminta tolong pada tetangga kita, kan?
Nyatanya?
Nope.

Hari ini saya mau antar dagangan saya, telur mentah, seperti yang biasa saya lakukan setiap hari. Pak bojo kebetulan ada acara kantor pagi-pagi sehingga mobil beliau tidak bisa saya pakai, sehingga saya harus memakai kendaraan saya sendiri yang seringnya hanya terdiam di garasi karena saya malas memakainya akibat....... (salah satu diantaranya)tetangga depan saya ini jika memarkir mobilnya, tidak pas. Saya selalu kesulitan mengeluarkan mobil saya sendiri. Mereka memang orang baru, penyewa lebih tepatnya. Pemilik asli rumah tersebut? Entah saya tidak tahu kemana rimbanya. Karena sebelumnya hanya dihuni oleh penyewa juga. Tapi penyewa baru ini sangat "ajaib".

Ajaib kenapa?

Akibat insiden parkir yang tidak tepat, saya terpaksa harus mendatangi rumah tersebut. Ntah berapa lama saya berusaha membunyikan gembok di pagarnya agar penghuni tau jika ada yang sedang berkunjung sambil saya berteriak permisi, hasilnya?
Nihil.
Tidak ada jawaban.
Dan semua orang tau, penghuninya masih komplit di dalam sana.
Tidur...pulas.
Bahkan satpam kavling pun berkata "susah mbak, mereka baru bangun siang. Jam 12 atau jam 1siang"

Astaga....
Saya kan harus mengantar telur-telur ini sekarang....
Masa iya harus menunggu mereka bangun?
Suami saya pun emosi dan menuliskan sesuatu disebuah kertas.
Selembar peringatan yang isinya kurang lebih agar supaya parkirnya lebih diperhatikan.

Suami saya akhirnya berangkat kerja dan daripada saya dimarahi pelanggan, akhirnya saya memilih...naek angkot untuk mengantarkan telur-telur tersebut.

Bisa dipastikan keuntungan penjualan telur hari ini adalah minus karena keuntungannya sudah terpakai untuk saya naik angkot dan becak(motor) karena saya harus membawa kotak telur kosong dari toko langganan.
Pffffftttt.

Rencana saya.
Besok saya akan mendatangi pengurus RT.
Menanyakan apakah benar, penyewa tersebut sudah menyerahkan seluruh KK yang ada di dalam rumah tersebut?
Menurut laporan...ada 3 KK didalam satu rumah dan mereka bukan saudara, mereka semua berteman.
Lucu kan kalau bilangnya berkeluarga tidak bisa menunjukkan KK?
Sejauh ini, hanya itu yang bisa saya pikirkan karena saya sedang dibawah pengaruh obat flu sehingga saya tak sanggup harus menuliskan apa lagi terkait hal ini.

Semoga besok ada titik terangnya.

No comments:

Post a Comment