Wednesday, August 30, 2017

Weird story.

Keluarga.

Yang seharusnya menjadi tujuan utama, tempat berbagi segala suka duka.
Baik buruk akan ditanggung bersama.

Idealnya begitu, kan?

Bagaimana jika dalam sebuah keluarga, saudara satu berbuat yang tidak pantas dan yang lain dipaksa untuk mengerti serta memaklumi perbuatannya?
Menanggung serta menutupi kekurangannya dan terus menerus memaafkannya?
Saya rasa ini tidak adil.
Bukankah dari keluarga juga, awal kita belajar mengenai arti keadilan?

Sudah seharusnya begitu...kalau kata orang "bijak" di sekitar saya.

Dan sekali lagi saya merasa, ini tidak adil.
Saya diminta untuk terus mengerti, memahami, memaklumi dan memaafkan.
Lantas saya dapat apa?
Pahala besar dari Tuhan?
Label hebat?

Saya belum berani ajak-ajak Tuhan di sini.

Tapi kembali ke hubungan antar manusia.
Ada kalanya saya memaklumi, memahami, memaafkan hanya demi ketentraman batin saya semata.
Karna pada akhirnya mereka, karena mereka menganggap mereka adalah keluarga, maka mereka terus saja berbuat hal yang mereka tidak sadari itu salah jika mereka memperlakukan keluarganya seperti itu.

Serba salah juga.

Jika kita menjauh untuk menghindari konflik berkepanjangan, label manusia apatis, egois bahkan arogan akan kembali disematkan.
Jika kita mendekat, berusaha membicarkan dari hati ke hati, yang ada hanya penolakan.

Begini rasanya lahir dan hidup di keluarga yang berjauhan.

Saya tidak meminta sebuah keluarga yang 10000000% kompak.
Saya cukup dengan keluarga yang mau saling mengerti, berbagi, dan peka akan keadaan apa saja yang sedang dialami satu diantaranya.
Saya sudah cukup berjuang rasanya untuk menjadi individu yang mau mengerti kondisi masing-masing keluarga dekat saya.
Atau mungkin perjuangan saya ini sebenarnya minus?
Bagi saya cukup.
Bagi mereka 100000000% kuraaang.

Kadang saya melihat teman sebagai sosok keluarga yang saya butuhkan.

Apa karena teman masih bisa mengerti batasan?
Bisa sopan jika kita membutuhkan privasi atau ketika mereka menginginkan sesuatu, mereka tidak akan memaksa karena mereka adalah teman.
Teman yang pengertian.
Ya, keluarga bisa mendengarkan tapi... mungkin nanti, ketika urusan sama-sama beres.
Katanya, jika ada masalah, hanya keluargalah yang bisa bantu menyelesaikan.
Yah, kenyataannya. Saya tidak seberuntung itu.

Saya merasa beruntung dengan sedikit teman yang saya punya.

Meski mereka tidak menyelesaikan masalah-masalah saya,
Setidaknya saya masih ada tempat berbagi dan melupakan sejenak.
Pun mereka juga tidak memaksa apa-apa,
Dan kadang saya merasa lebih ikhlas melakukan segala yang terbaik untuk teman yang sudah mau mengerti segala kekurangan saya.
Saya merasa, saya "memberi" segala yang terbaik untuk keluarga saya, namun... tak ada tanggapan untuk itu, karena katanya...

Sudah sepantasnya melakukan yang terbaik untuk keluarga.

Sementara seringkali saya merasa dihargai lebih sekalipun saya hanya memberi sedikit pada teman-teman saya.
Saya juga bukan orang yang mudah menerima banyak orang atau menghadapi banyak jenis manusia, pikir saya... pastinya akan terasa nyaman jika memiliki keluarga dekat.
Lagi-lagi, saya sejak kecil tidak besar bersama saudara-saudara saya.
Ketika dewasa, kami seperti alien satu sama lain.
Ntah harus mengadu kepada siapa karena banyak yang menganggap aneh jika kamu tidak bisa akrab dengan seluruh keluarga besarmu.

I'm happy to be weird.

Monday, August 7, 2017

UND Corner, bukan Toko OEN ya..

Bahasan tentang makanan merupakan sebuah hal yang tidak akan ada habisnya.
Terlebih di kota Malang ini.
Hampir tiap sudutnya menawarkan makanan atau jajanan yang selalu menggoda untuk dicicipi.

Sudah cukup lama saya eyeing tempat ini.
Masalahnya... tempat ini semacam tersembunyi sekalipun lokasinya di jalan raya ikonik di kota Malang, sekitaran kawasan jalan Ijen.

Tersebutlah.... UND Corner.
Terletak di Jalan Kahuripan, kota Malang.


Ini BUKAN toko OEN ya.
Kalau toko OEN hampir selalu ramai dan jadi destinasi favorit para wisatawan manca dan domestik.
Tapi jujur, saya tidak suka jajan di toko Oen sebab... overpriced dengan rasa yang biasa saja. Eheeee.
Kalau mau makan steak enak, ya mending langsung ke Holycow. 😆

Balik ke UND Corner.
Sekalipun ragu, takut sepi atau terlalu mahal, saya nekat mampir.
Icip-icip kopi gapapalah, begitu pikir saya.
Tapi malah nambah gelato alias es krim hehe..


Untuk rasa es krim ini, hmmmm... hampir sama ya seperti rasa es krim pada umumnya. Mengingatkan saya juga kalau Toko OEN juga menjual es krim sebagai menu utama mereka, namun... harga es krim di Toko OEN terlalu banyak membuat kerusakan pada dompet saya.
Jikalau budget berlebih, boleh-boleh saja, tapi bagi saya, ini sudah cukup.



Saat saya berkunjung ke sana, memang tidak terlalu ramai pengunjung, pun saya berkunjung di hari efektif.
Membuat saya kuatir suatu saat tempat ini akan tutup atau berganti kedai makanan lain. 😋
Beneran lho, it happened!
Kedai nasgor favorit yang lumayan fancy eeehhh...sekarang rebranding menjadi kedai nasi sop. Agak sedih sih karena saya suka masakan nasgornya yang macem-macemnya enak itu.

Trus
Bagaimana rasa makanan di UND Corner?
Wait...
Kita lihat-lihat menunya dulu ya.






Akhirnya pesen nasi goreng dan spaghetti aja agar tidak bingung, hahahaha.

Spaghetti = standart enak bukan yang enaaak banget.
Nasi goreng = enak juga.






Beberapa kawan memesan minuman dan sup buntut yang tidak sempat saya dokumentasikan.

Untuk rasa kopinya, hahaaa... yah, standart lah.
Lumayan daripada tidak ada sama sekali.
Yang jelas salah satu tempat yang cukup oke.
Tapi... saya rasa saya tidak akan melamun sendirian disini.
Bukan spot yang pas untuk mood booster.

My final verdict.

Taste : 3.5 out of 5
Price : 3.5 out of 5
Ambience : 3.5 out of 5
Facility : 3.5 out of 5
Service : 3.5 out of 5

Mending rame-rame kalau kesini ya...


PS : opinions are mine.