Wednesday, July 5, 2017

Ngopi di Pasar, kata Nomaden Coffee.

Saya yakin, penikmat kopi di kota Malang jauh lebih mengerti tentang tempat yang unik ini, Nomaden Coffee.
Nomaden alias berpindah-pindah, ya kan?
Soalnya saya dulu pernah melihat lapak Nomaden di pinggir jalan raya Kalpataru.
Saya belum sempat mencicipinya karena tempat parkir yang kurang memadai dan....isinya kok cowok semua ya? 😅

Lama tidak terlihat atau membaca kabarnya di sosial media, saya cukup antusias ketika mengetahui bahwa Nomaden membuka lapaknya di Pasar Tawangmangu, berupa kedai.. bukan berupa lapak lesehan di pinggir jalan yang jelas membuat saya kesulitan memarkirkan roda 4.
Akhirnya nekat pergi sendirian, sudah jelang maghrib saya tiba di sana. Awalnya saya ragu memasuki kedai tersebut sebab...lagi-lagi isinya cowok semua, hahahaha. Namun saya melihat 2 orang mahasiswi di dalam, maka saya langsung masuk tanpa ragu.

Disambut langsung oleh pemilik sekaligus barista, saya langsung memesan kopi di meja yang menjadi satu dengan tempat memgerjakan kopi pesanan para pelanggan.
Iya. Kedainya kecil sekali, tak heran ketika malam hari suasana di depan kedai akan dipenuhi kursi-kursi yang berisikan para pelanggan setia Nomaden Coffee yang tentunya tidak akan muat jika semuanya dimasukkan ke dalam kedai.
Plus...kedai juga diperuntukkan sebagai no smoking area.
Yang mau ngebul...monggo di pelataran depan kedai ya.

Small, close, and private.


Kopi disajikan dengan alat seduh manual, tak ada mesin espresso yang shopisticated itu. Menunya juga terbatas. Saya seringnya pesen kopi filter dengan nyobain berbagai biji kopi yang tersedia di sana. Sampai saya lupa udah nyobain apa aja, habisnya...semuanya langsung jadi terasa enak.
Ntah apa karena kedai ini saja yang saya bisa langsung merasa akrab (mengingat umur saya yang 30++ ini udah gak pantes gaul heboh dengan owner sebuah kedai hahahah) atau memang brewingnya yang pas. Ntahlah.

Ampe bisa sedeket ini ama baristanya bahkan bisa melihat isi perabotan dapurnya 😄


Soalnya saya pernah nyobain ngopi, di sebuah kafe di kota Jember, katanya kopi di sana enak. 14mili coffee namanya. Saya pesan jenis kopi dan cara saring yang sama tapi hasilnya beda. Ntah beda sub spesies dari biji kopinya atau beda tangan penyeduh akan beda pula hasilnya? Sama seperti orang memasak ya.

Kelebihan lapak Nomaden Coffee kali ini jelas... area parkir roda 4 nya banyak. Wong tempat parkirnya bisa memanfaatkan semua area parkir di Pasar Tawangmangu. Meskipun berada di dalam pasar, tapi tidak tercium aroma pasar yang "ajaib" itu, if you know what I mean. 😂
Yang jelas lapaknya bersih dan aromanya harum aroma kopi.
Wifi?
No wifi sepertinya.
Pokoknya sinyal 4G XL bisa nyampe di dalam sini saya udah cukup hepi mengingat sinyal 4G XL yang kelewat payah 😐

Ini hanya sedikit pengalaman saya merasakan suasana ngopi di pasar.
Cocoknya didatangi beramai-ramai, kalau datang sendirian (apalagi cewe) bakal terasa kurang pas kecuali kalian memang tidak keberatan untuk duduk sendirian sih.

Enjoy your coffee.


Tuesday, July 4, 2017

Ilmu tersulit di dunia.

I've been through something and...
It made me sad.
That's why I wrote this to lessen the pain.
Hopefully...

(Cukup sampai disini bahasa Inggrisnya, lanjutannya in Bahasa saja ya 😅)

Banyak sebenarnya perkataan orang yang saya masukkan dalam hati, banget.
Padahal itu gak bagus untuk diri sendiri.
Saya jadi sering kepikiran.
Tapi jujur, sungguhlah sulit menumbuhkan rasa ikhlas yang harapannya bisa legowo dalam menjalani kehidupan.

Rasa iri juga hampir selalu mengikuti kemana saja.
Padahal, itu tak seindah kelihatannya sehingga harusnya kita tak perlu repot memelihara rasa tersebut.
Tapi...untuk kali ini, otakku kalah.
Kadang menyerah sampai bosan marah-marah.
Dan lalu hanya bisa diam dan mencoba lagi menjalani hidup.


"Mulai dari nol ya.."

Andai kalian kenal saya yang dulu, saya ini orangnya galak, jutek, egois, gak logis, tidak sabaran...udahlah monggo disebutkan semuanya.
Saya yakin saya mempunyai semua sifat buruk tersebut.

Beruntungnya sekarang saya sudah memiliki suami yang bisa menjadi pengingat.
Beruntung lagi, suami tidak memaksa saya untuk kerja ikut orang sehingga saya jarang sekali bertemu manusia lain secara langsung.
Dijamin..saya sulit kontrol emosi saya bila berhadapan langsung dengan orang yang tidak sependapat dengan saya.

Untuk saat ini yang saya usahakan mati-matian adalah menahan emosi menghadapi orang-orang terdekat, ntah itu keluarga, teman dekat bahkan tetangga atau pedagang keliling langganan.
Saya mungkin punya bakat, sulit berpura-pura, sehingga itu tadi...saya harus mati-matian agar orang tidak tau saya ini sedang emosi atau tidak suka dengan orang tersebut dan saya yakin saya masih sering gagal untuk hal ini karena saya memang sungguh tidak bisa berpura-pura baik.

Padahal saya tau, (pura-pura)baik ke orang akan dicintai banyak orang juga.

Terkadang saya memaksa untuk berbuat baik dengan harapan akan menerima sesuatu yang sama baiknya.
Tapi...kebanyakan semuanya jauh dari ekspektasi.
Bener kata kakak kelas saya,

"Berbuat baik ya berbuat baik aja. Jangan mengharap imbalan apalagi berharap itu akan menghapus dosamu yang lain. Jangan! Dosa ya dosa. Baik ya baik. Simple!"

Itu kenapa mungkin saya akan nampak tidak rajin membantu sesama 😅
Bukan apa.. saya akan membantu sesuai kemampuan saya.
Meski saya tau, membantu sesama itu besar pahalanya namun akan sirna jika kita tidak ikhlas menjalankannya, iya kan?
Iya. Itu yang saya yakini.

Saya tidak akan (lagi) membantu hanya demi terlihat baik.
Saya tidak akan (lagi) membantu hanya demi memenangkan hati orang-orang tertentu.
No more.

Suami saya sering bilang,
"Gak usah memaksakan diri (untuk terlihat baik), kalo gak bisa menyenangkan orang lain mending tenang-tenang aja. Orang itu tau kok kalo semisal kita ini tulus atau engga.."

Ya sih, saya setuju.
Saya juga bisa merasakan orang mana-mana saja yang memperlakukan saya dengan tulus atau sekedar basa-basi.
Oleh karena itu, ketulusan akan terbayar dengan ketulusan yang lainnya.
Mungkin Tuhan sendiri yang akan membalas ketulusan itu dengan caraNya.

So, when I give you a hand... it means I really want to help you, sincerely.

Dan itu ikhlas banget.
Tanpa kepura-puraan.

Cuman saya akan sekali lagi mengingatkan diri sendiri..
Ketulusan yang diberikan jangan diharap untuk dikembalikan oleh orang yang sama.
Ikhlaskan saja.
Biar nanti Allah SWT yang urus.

Harapan saya untuk saat ini,
Semoga saya bisa segera mengikhlaskan semuanya.