Wah.
Sejujurnya saya merasa, praktek saya ini mulai ada kemajuan.
Baik dalam perlengkapan, jumlah pasien datang, dan...mental saya sendiri sebagai seorang dokter hewan praktisi hewan kecil.
Sebenarnya, pekerjaan sebagai dokter hewan praktisi hewan kecil(atau kesayangan)ini adalah satu dari pekerjaan yang awal saya lakoni seusai saya menerima titel "dokter hewan". Selebihnya saya sambi bekerja sebagai kontributor majalah hewan kesayangan, asisten dosen laboratorium patologi veteriner, jualan pet food dan dosen di salah satu univ swasta jurusan kedokteran hewan di Surabaya.
Lumayan ya? Hehe.
Oke. Skip untuk bagian tersebut dan mari saya ajak anda memahami perasaan seorang dokter hewan praktisi yang baru memulai kembali menjalankan "fitrah" sebagai seorang dokter hewan, yang bekerja untuk menolong dan mengobati hewan kesayangan.
Fyi, disini ada kebiasaan tak tertulis jika dokter hewan praktisi lebih ditujukan pada dokter hewan yang menangani hewan kesayangan atau hewan peliharaan non ekonomis semisal anjing, kucing, kelinci, dan burung, serta sesekali menangani reptil.
Setelah mendapat beberapa pasien dalam 3 bulan terakhir, hati ini masih belum begitu tabah. Ha... ha.
Terlebih kedatangan pasien terakhir dalam kondisi "emergency".
Kolaps tanpa sebab, ia saya terima dalam keadaan nafas terengah-engah, kesadaran hampir hilang dan membiru dibagian gusi-lidah.
Saya tak ragu meminta bantuan kolega yang untungnya adek kelas saya ini rumahnya tidak jauh dari rumah tempat saya praktek. Saya menjaganya semalaman, berharap nyawanya tak lepas begitu saja. Saya tidak mau menyerah sekalipun saya sendiri belum 100% yakin atas apa yang menjadi penyebab ia menjadi seperti itu.
Kurangnya data seperti hasil pemeriksaan darah, x-ray atau USG dan riwayat penyakit yang pernah ia derita sebelumnya membuat saya semakin hanya bisa berkata "Bismillah........"
Saya menyadari bahwa klinik hewan saya ini jauh dari lengkap, saya tidak bisa menyediakan pemeriksaan darah, lebih lagi sampai ke USG dan x-ray yang harus mendapat izin "amdal" dan sebagainya. Maka keesokan harinya saya putuskan untuk merujuk pasien tersebut. Segera saya hubungi pemilik agar membawa kucingnya yang sudah saya jaga semalaman hampir tanpa tidur ke rumah sakit hewan di universitas terdekat. Karena, rumah sakit pastinya memiliki peralatan yang lebih lengkap dan banyak tenaga ahli disana.
Meski pada akhirnya pasien dirujuk lagi ke klinik hewan yang ada di Surabaya karena rumah sakit pun tak memiliki beberapa alat yang dibutuhkan, pada akhirnya saya tau bahwa kucing tersebut sudah berada ditangan yang tepat.
Sudah, itu saja yang paling penting.
Bagaimanapun juga, kepentingan pasien harus didahulukan,
Saya tidak mau egois menahannya dengan memberi harapan-harapan palsu kepada pemilik pasien karena saya tau pasti bahwasanya pasien tersebut sungguh merupakan kesayangan pemilik.
Saya pernah mengalami kejadian serupa jauh sebelum ini, kucing saya sendiri lebih tepatnya. 3 hari 3 malam kucing saya tidak sadarkan diri dan syukurlah sampai saat ini, sebentar lagi kucing saya tersebut akan berusia 8 tahun.
Saya bisa saja memaksa menahan pasien tadi berbekal pengalaman saya dulu.
Tapi....saya tidak bisa melakukannya karena saya tidak akan sanggup menjawab pertanyaan pemilik mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada hewan kesayangannya.
Praktek mandiri seperti ini yang saya rasakan sungguh berat.
Biasanya, saat saya praktek dahulu, ada yang membantu saya.
Saya dipastikan selalu mempunyai asisten karena saya bekerja di klinik hewan yang mapan dan bisa dibilang, satu yang terbaik di kota tempat saya tinggal dulu.
Sekarang....semua harus saya urus sendiri, kerja saya yang biasa cepat,
Mau tidak mau harus lambat karena tidak bisa saya mengerjakan semuanya sekaligus sementara ini sebenarnya memang harus dikerjakan sekaligus.
Saya kangen bekerja dengan tim. Kangen punya atasan yang siap membantu saya jika saya sudah habis akal. Bekerja dengan tim bisa membuat denyut jantung ini lebih stabil ketimbang seperti apa yang saya alami saat saya mendapat pasien emergency kemarin. Denyut jantung saya berpacu sama keras dan cepatnya dengan pasien saya yang terengah-engah semalam suntuk. Karena itu pula saya kesulitan memejamkan mata hingga matahari terbit.
Sungguh saya iri dengan dokter gigi langganan saya, yang bisa meminta saya untuk "mbak tolong itu suctionnya dipegang begini dan jangan gerak ya.." atau
"mbak, kumur dulu dan pasang suctionnya kembali."
Kami dokter hewan tentunya tak bisa diberikan keleluasaan tersebut.
:D
Ada yang bilang "kalau dokter hewan, hewannya mati...gak masalah kan?"
Jangan salah...
Beruntung jika kami bertemu dengan klien atau owner yang baik hati dan pengertian, jika sebaliknya?
Habis sudah... seperti yang saya baca di akun media sosial kolega saya, seluruh instansinya diberitakan yang tidak sesuai fakta dan tindak medis yang dilakukan oleh kolega saya disebabkan karena owner yang tidak berkenan melihat hasil kerja kolega saya.
Tapi ya.....
Saya sadar sepenuhnya bahwa tiap-tiap pekerjaan memiliki risikonya masing-masing.
Itu seninya hidup, kan?
Semoga siapa saja yang membaca ini menjadi tau,
Kami para dokter hewan juga manusia,
Jikalau ada yang tidak berkenan dihati anda,
Mari kita bicarakan baik-baik.
Jikalau masih tidak bisa diterima,
Saya berbesar hati bila anda membawanya ke dokter hewan lain,
Karena yang paling penting adalah...
Hewan sakit tersebut segera tertolong dan pulih seperti sedia kala.
:')
PS :
I'm the one behind @dokterhewanku tweet's on twitter.
Please share your pet's healthiness story as long as I could answer it without any physical exam. For sick animal, you should and must bring them immediately to the nearest Vets because online consultation WON'T HELP.
Thank you.
No comments:
Post a Comment